Cerita Evan Tentang Pola Mahjong Ways yang Mengajarkannya Tentang Harapan
Hujan deras mengguyur kawasan pesisir Semarang sore itu. Evan duduk di gudang kecilnya yang beratap seng, memandangi tumpukan keranjang anyaman yang belum laku. Listrik padam, dan ponselnya hanya tersisa 3 persen baterai cukup untuk membaca pesan terakhir dari calon pembeli: “Maaf, kami batalkan kerja sama.” Napasnya dalam. Tapi anehnya, ia tak marah. Ia malah teringat pada pelajaran yang baru-baru ini ia renungkan: dalam Mahjong Ways, simbol kemenangan sering muncul justru setelah rentetan kehampaan. Dan di situlah harapan sejati lahir bukan karena semuanya mudah, tapi karena kita tetap memilih untuk menyusun ulang pola.
Scatter Wild: Metafora Peluang Nyata di Dunia Kerajinan Lokal
Evan, 27 tahun, adalah perajin keranjang rotan dari Kelurahan Tanjung Mas, Semarang. Ia mewarisi keahlian anyaman dari kakeknya, tapi generasi mudanya lebih memilih plastik instan daripada kerajinan tangan. Sejak dua tahun lalu, pesanan dari toko suvenir anjlok. Ia sempat beralih jadi ojek online, tapi hatinya selalu kembali ke rotan. Sampai suatu hari, dalam diskusi daring tentang strategi UMKM, ia mendengar istilah “Scatter” dan “Wild” sebagai analogi peluang. Ia pun berpikir: bukankah peluang juga tersebar lewat komunitas ekowisata, festival budaya, atau bahkan kolaborasi dengan desainer muda? Dan bukankah keputusan “liar” seperti membuat keranjang multifungsi untuk tanaman hias justru bisa membuka pasar baru?
Tiga Strategi Emas dari Filosofi Mahjong Ways 3
Pertama, Evan menerapkan prinsip Scatter dengan menyebarkan nilai keberlanjutan, bukan hanya produk. Ia mulai membagikan proses anyaman di media sosial dari pemilihan rotan hingga teknik menganyam tanpa paku. Kedua, ia memaknai RTP sebagai “Return to Tradition”: setiap keranjang harus menghormati warisan leluhur, tapi tetap relevan dengan kebutuhan masa kini. Ketiga, ia membangun Siklus Menang melalui konsistensi kecil: produksi tiga keranjang berkualitas tinggi per minggu, dokumentasi proses tiap Sabtu, dan interaksi langsung dengan calon pembeli lewat pesan personal bukan promosi massal.
Sistem Sederhana yang Mengubah Segalanya
Evan fokus pada tiga jenis produk: keranjang belanja ramah lingkungan, tempat tanaman indoor, dan kotak penyimpanan multifungsi. Ia tidak mengejar volume, tapi makna. Setiap keranjang ia beri nama dan cerita misalnya, “Kendil Harapan”, terinspirasi dari wadah air tradisional yang dulu dipakai neneknya. Ia juga mulai menyertakan kartu kecil berisi pesan: “Dibuat dengan tangan, doa, dan keyakinan bahwa bumi masih bisa diselamatkan.” Responsnya luar biasa. Seorang desainer interior dari Jakarta memesan 20 unit untuk proyek kafe berkonsep alam. Yang lebih mengejutkan: video proses anyamannya viral di kalangan komunitas zero waste.
Hasil Nyata: Dari Gudang Sepi ke Auto Cuan yang Berkelanjutan
Dalam lima bulan, Evan menjual 112 keranjang dengan harga mulai dari Rp175 ribu hingga Rp650 ribu. Omzetnya naik 210 persen, dan ia kini bekerja sama dengan lima UMKM ekowisata di Jawa Tengah. Lebih dari itu, ia membuka pelatihan anyaman gratis bagi 14 pemuda di lingkungannya membangkitkan kembali minat pada kerajinan lokal. “Dulu aku pikir harapan itu datang setelah sukses,” katanya sambil menganyam rotan, “tapi ternyata, harapan itu lahir justru saat kita masih berani membuat satu simpul lagi, meski belum tahu bentuk akhirnya.”
Ajakan untuk Anda yang Sedang Berjuang
Jika Anda sedang berada di titik terendah pesanan sepi, ide mentok, semangat menipis ingat: harapan bukanlah hasil akhir, tapi sikap yang Anda pilih setiap hari. Mulai besok pagi, buat satu hal dengan penuh niat, meski tak ada yang melihat. Kirim satu pesan tulus ke calon mitra. Atau cukup duduk diam sejenak, lalu tanyakan: “Apa satu langkah kecil yang bisa kubuat hari ini untuk menjaga nyala?” Karena seperti dalam Mahjong Ways, simbol kemenangan sering datang diam-diam tepat ketika kita masih percaya pada pola yang belum terlihat utuh. Seperti Evan, dari Semarang, untuk semua pejuang yang masih memilih berharap.
